8 Strategi Antisipasi Serangan Siber untuk Perbankan


Cyber Security Bank

Ilustrasi Cyber Security

Dalam era digital saat ini, sektor perbankan menjadi salah satu target utama para peretas. Sejumlah bank, baik di tingkat nasional maupun internasional, telah menjadi korban kejahatan siber, dengan tren kejahatan yang terus berkembang dan semakin sulit dideteksi. Oleh karena itu, penting bagi perbankan untuk mengambil langkah-langkah antisipatif yang efektif guna melindungi diri dari serangan siber. Berikut adalah panduan komprehensif tentang bagaimana perbankan dapat memperkuat keamanan siber mereka melalui delapan langkah strategis.

 

Apa itu Cyber Security di Perbankan?

Cyber security dalam perbankan merujuk pada serangkaian teknologi, protokol, dan metode yang dirancang untuk melindungi sistem perbankan dari ancaman seperti serangan siber, malware, virus, peretasan, pencurian data, dan akses tidak sah. Tujuan utamanya adalah melindungi aset perusahaan dan data pengguna dari berbagai potensi risiko di dunia maya. Dengan meningkatnya transaksi non-tunai dan layanan digital lainnya, cybersecurity menjadi komponen penting dalam menjaga kelancaran transaksi dan melindungi informasi penting nasabah.

 

8 Langkah Antisipasi Serangan Siber

Cyber Security Perbankan

Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group, menekankan pentingnya belajar dari berbagai kasus serangan siber yang terjadi untuk mencegah insiden serupa di masa depan. Berikut adalah delapan langkah yang dapat diambil perbankan untuk mengantisipasi serangan siber:

  1. Prioritas Keamanan Siber untuk Manajemen Tertinggi: Manajemen tingkat atas harus memberikan perhatian utama pada keamanan siber. Direksi dan komisaris harus memiliki komitmen yang sama dalam memastikan keamanan siber menjadi prioritas perusahaan. Hal ini penting karena manajemen puncak memiliki peran strategis dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh langsung terhadap keamanan seluruh sistem perbankan.
  2. Pendekatan Proaktif dalam Keamanan Siber: Mengadopsi pendekatan proaktif sangat penting dalam mencegah serangan siber. Menurut laporan Gartner tahun 2022, pendekatan ini dapat mengurangi insiden pelanggaran keamanan hingga 66 persen pada tahun 2026. Pendekatan proaktif melibatkan penerapan kontrol keamanan yang ketat, pemantauan intelijen keamanan, dan upaya pencegahan lainnya bahkan sebelum serangan terjadi.
  3. Keamanan Siber sebagai Proses Berkelanjutan: Keamanan siber bukanlah sebuah proyek sekali jalan, melainkan proses berkelanjutan yang memerlukan investasi dan perawatan rutin. Bank harus terus memperbarui pertahanan keamanan mereka sesuai dengan perkembangan teknologi dan ancaman baru yang muncul.
  4. Keseimbangan antara Keamanan dan Pengalaman Pengguna: Perbankan harus menjaga keseimbangan antara menyediakan pengalaman pengguna yang cepat dan aman. Nasabah tentu menginginkan layanan yang efisien, namun bank juga perlu memastikan bahwa keamanan tidak dikompromikan demi kecepatan.
  5. Rencana Respons Insiden: Setiap bank perlu memiliki rencana respon insiden yang jelas dan efektif. Ini termasuk menetapkan protokol komunikasi, membentuk tim respon insiden, serta melakukan uji coba dan pelatihan secara rutin untuk memastikan kesiapan menghadapi serangan siber.
  6. Kolaborasi untuk Mengidentifikasi Ancaman: Kolaborasi antara bank, lembaga pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya sangat penting dalam mengidentifikasi ancaman baru dan mengembangkan solusi yang efektif. Bank perlu berkomunikasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSN), Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berbagi intelijen dan sumber daya.
  7. Kebutuhan Personel Keamanan Siber yang Kompeten: Bank memerlukan tenaga profesional keamanan siber yang terampil dan selalu memperbarui pengetahuan mereka. Kehadiran "sniper" cyber crime di lingkungan perbankan, seperti yang dilakukan Bank Indonesia, dapat membantu dalam mengantisipasi serangan siber yang semakin canggih.
  8. Pengembangan Budaya Keamanan Siber yang Kuat: Membangun budaya keamanan siber yang solid di seluruh organisasi adalah hal yang krusial. Semua karyawan, dari tingkat manajemen hingga staf operasional, harus memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya keamanan siber dan berkomitmen untuk menerapkannya dalam setiap aspek pekerjaan mereka.

 

Mengapa Cybersecurity Penting di Perbankan?

Perbankan adalah salah satu sektor yang sangat sensitif terhadap isu kepercayaan. Bagi nasabah, kepercayaan terhadap bank adalah fondasi utama yang menentukan apakah mereka akan mempercayakan uang dan data pribadi mereka kepada lembaga tersebut. Oleh karena itu, industri perbankan harus menjadikan keamanan siber sebagai prioritas utama untuk melindungi nasabah dan memastikan kelangsungan bisnis mereka. Berikut adalah empat alasan mengapa cybersecurity sangat penting dalam industri perbankan:

  1. Melindungi Transaksi Pembayaran Digital

Seiring dengan perkembangan teknologi, semakin banyak orang yang beralih dari penggunaan uang tunai ke metode pembayaran digital seperti kartu debit, kredit, dan dompet digital. Transaksi ini melibatkan data sensitif seperti nomor kartu, informasi akun, dan detail pribadi lainnya. Tanpa perlindungan yang memadai, data ini rentan terhadap serangan siber seperti peretasan atau pencurian identitas. Jika sistem keamanan bank tidak kuat, para peretas dapat dengan mudah mengakses informasi ini dan menggunakannya untuk tujuan yang merugikan nasabah. Oleh karena itu, perlindungan terhadap transaksi pembayaran digital menjadi salah satu alasan utama mengapa cybersecurity sangat penting di perbankan.

  1. Mencegah Kehilangan Kepercayaan Nasabah

Kepercayaan adalah aset paling berharga bagi bank. Ketika terjadi pelanggaran data, kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut bisa hilang dalam sekejap. Setelah mengalami insiden pelanggaran data, bank akan dianggap memiliki sistem keamanan yang lemah, yang dapat menyebabkan nasabah memutuskan untuk memindahkan bisnis mereka ke lembaga keuangan lain yang dianggap lebih aman. Dalam dunia perbankan, di mana persaingan sangat ketat, kehilangan kepercayaan ini bisa berdampak sangat buruk terhadap kelangsungan bisnis. Oleh karena itu, menjaga kepercayaan nasabah melalui keamanan siber yang kuat adalah kunci keberhasilan bagi setiap bank.

  1. Menghindari Kerugian Materi

Serangan siber tidak hanya mengancam reputasi bank, tetapi juga bisa menyebabkan kerugian materi yang signifikan. Ketika data bank disusupi, proses pemulihan bisa memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Bank mungkin perlu melakukan berbagai tindakan seperti pembatalan kartu, peninjauan ulang transaksi, dan pemantauan ekstra terhadap aktivitas mencurigakan. Semua ini membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, baik dari segi waktu maupun uang. Selain itu, gangguan ini bisa menghambat operasi harian bank dan mengurangi efisiensi layanan yang diberikan kepada nasabah. Dengan demikian, keamanan siber yang kuat dapat membantu bank menghindari kerugian materi yang besar akibat serangan siber.

  1. Mencegah Eksploitasi Data Pribadi Nasabah

Data pribadi nasabah adalah aset yang sangat berharga dan sensitif. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, bisa digunakan untuk tujuan-tujuan yang merugikan, seperti penipuan identitas atau pencurian uang. Meskipun bank dapat mengambil tindakan cepat untuk mengatasi penipuan, seperti pemblokiran kartu atau penggantian rekening, kerusakan yang ditimbulkan oleh pencurian data bisa berlangsung lama. Nasabah yang menjadi korban mungkin merasa tidak aman dan kehilangan rasa percaya terhadap bank. Oleh karena itu, menjaga kerahasiaan dan keamanan data pribadi nasabah melalui sistem cybersecurity yang tangguh adalah keharusan bagi setiap bank.

 

Ancaman Cybersecurity yang Paling Sering Dihadapi Bank

Cyber Security

Berikut adalah beberapa ancaman siber yang paling umum dihadapi oleh sektor perbankan:

  1. Serangan Phishing

Serangan phishing adalah salah satu ancaman paling umum yang dihadapi oleh bank. Serangan ini biasanya dilakukan dengan mengirimkan pesan atau email yang tampak resmi tetapi sebenarnya palsu. Pesan ini sering kali mengklaim berasal dari lembaga keuangan atau entitas tepercaya lainnya. Ketika karyawan bank tanpa sadar mengklik tautan yang disertakan, mereka dapat memberikan akses kepada penyerang ke informasi sensitif.

Phishing tidak hanya berakhir pada pencurian data; ini bisa menjadi pintu masuk bagi serangan yang lebih canggih, seperti Advanced Persistent Threat (APT). Dalam skenario APT, penyerang bisa berada dalam sistem bank tanpa terdeteksi untuk waktu yang lama, mencuri data, dan menyebabkan kerugian finansial serta reputasi yang signifikan. Serangan phishing terhadap lembaga keuangan dilaporkan memuncak pada kuartal pertama tahun 2021, menunjukkan betapa seriusnya ancaman ini.

  1. Trojan

Trojan adalah jenis malware yang beroperasi dengan menyamar sebagai perangkat lunak yang sah dan dipercaya. Trojan Banker, contohnya, adalah aplikasi berbahaya yang dirancang untuk mengakses data pribadi pengguna yang berhubungan dengan perbankan online. Setelah terpasang, Trojan ini menciptakan jalur belakang yang memungkinkan penyerang untuk mengendalikan komputer dari jarak jauh.

Statistik menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2022, terdapat sekitar 54.000 paket instalasi trojan mobile banking di seluruh dunia, meningkat lebih dari 53% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan bahwa ancaman Trojan semakin meresahkan, khususnya di industri perbankan yang sangat bergantung pada transaksi online.

  1. Ransomware

Ransomware menjadi ancaman besar bagi bank karena kemampuannya untuk mengenkripsi data penting dan meminta tebusan agar data tersebut dapat diakses kembali. Pada tahun 2022, sekitar 90% institusi perbankan dilaporkan telah menghadapi serangan ransomware, menandai ancaman yang tidak bisa diabaikan.

Selain mengancam data dan sistem keuangan, ransomware juga mempengaruhi sektor mata uang kripto. Sifat terdesentralisasi dari cryptocurrency membuatnya menjadi sasaran empuk bagi penjahat siber yang menggunakan ransomware untuk mencuri aset digital. Ketika data dan uang dalam risiko, bank menghadapi tantangan besar untuk melindungi integritas dan keamanan sistem mereka.

  1. Spoofing

Serangan spoofing, atau pemalsuan, adalah ancaman di mana peretas membuat situs web tiruan yang meniru tampilan dan fungsi situs web keuangan yang sah. Mereka biasanya memodifikasi sedikit ejaan atau ekstensi domain untuk mengelabui pengguna agar mengunjungi situs palsu tersebut.

Setelah korban login ke situs palsu ini, peretas segera mengambil alih informasi login mereka dan menggunakannya untuk mendapatkan akses ke akun asli. Salah satu langkah pencegahan yang efektif terhadap serangan ini adalah penerapan autentifikasi multi-faktor. Dengan metode ini, pengguna harus melalui verifikasi lanjutan saat login dari perangkat baru, yang membuat peretas lebih sulit untuk berhasil dalam serangan spoofing.

 

Aplikasi Cybersecurity di Perbankan

Untuk mengatasi berbagai ancaman di atas, bank harus menerapkan sejumlah aplikasi cybersecurity yang efektif, termasuk:

  • Pengawasan Keamanan Jaringan

Pemantauan keamanan jaringan adalah salah satu elemen krusial dalam melindungi infrastruktur perbankan. Dengan memantau jaringan secara terus-menerus, bank dapat mendeteksi tanda-tanda perilaku mencurigakan atau upaya peretasan sebelum menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Solusi ini biasanya dipadukan dengan firewall, perangkat lunak antivirus, dan Sistem Deteksi Intrusi (IDS). Dengan perangkat lunak ini, bank dapat melakukan pemantauan baik secara manual maupun otomatis, memastikan bahwa keamanan jaringan tetap terjaga.

  • Keamanan Perangkat Lunak

Perbankan sangat bergantung pada aplikasi untuk menjalankan operasionalnya. Oleh karena itu, melindungi aplikasi-aplikasi ini menjadi prioritas utama. Keamanan perangkat lunak mencakup fitur-fitur seperti whitelisting aplikasi dan penandatanganan kode yang memastikan aplikasi hanya dapat dijalankan jika telah diverifikasi. Selain itu, keamanan perangkat lunak juga membantu menyinkronkan kebijakan keamanan dengan izin berbagi file dan autentikasi multifaktor, mengurangi risiko akses tidak sah.

  • Manajemen Risiko

Manajemen risiko dalam cybersecurity tidak hanya sebatas identifikasi ancaman, tetapi juga meliputi pengelolaan data, pelatihan kesadaran keamanan, dan analisis risiko secara menyeluruh. Bank harus memastikan bahwa informasi sensitif terlindungi dengan baik dan setiap risiko yang muncul dapat segera diatasi. Langkah-langkah seperti evaluasi risiko secara berkala dan pencegahan terhadap potensi ancaman sangat penting dalam menjaga integritas data.

  • Melindungi Sistem Kritis

Sistem kritis seperti server dan jaringan perbankan harus dijaga dengan standar keamanan yang ketat. Aplikasi cybersecurity bertugas untuk memastikan bahwa setiap komponen sistem tersebut terlindungi dari ancaman siber. Aplikasi ini akan terus memantau setiap aktivitas pada sistem kritis, melakukan pemeriksaan keamanan, dan melaporkan setiap anomali yang terdeteksi untuk segera ditangani.

 

Tantangan Implementasi Cybersecurity di Perbankan

Namun, implementasi cybersecurity di perbankan tidak tanpa tantangan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi bank dalam upaya meningkatkan keamanan siber meliputi:

  • Kurangnya Pengetahuan

Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi cybersecurity adalah rendahnya pemahaman akan pentingnya keamanan siber. Banyak orang, termasuk beberapa bisnis, masih meremehkan ancaman ini. Padahal, kurangnya kesadaran dapat membuka celah bagi peretas untuk melancarkan serangan.

  • Anggaran yang Terlalu Kecil dan Pengelolaan yang Buruk

Di banyak bank, keamanan siber masih sering dipandang sebagai prioritas sekunder. Akibatnya, anggaran untuk program cybersecurity sering kali dipangkas, dan perhatian manajemen puncak terhadap isu ini juga minim. Tanpa dukungan yang memadai, sulit bagi bank untuk mengimplementasikan langkah-langkah keamanan yang efektif.

  • Identitas dan Akses Dikelola dengan Buruk

Manajemen identitas dan akses adalah komponen inti dari keamanan siber. Namun, banyak bank yang masih kurang dalam hal ini. Ketika peretas berhasil mengakses jaringan hanya dengan satu login tanpa verifikasi lanjutan, risiko kebocoran data menjadi sangat tinggi. Perlu adanya peningkatan dalam manajemen identitas dan akses untuk memastikan bahwa hanya pihak yang berwenang yang dapat mengakses data sensitif.

  • Peningkatan Ransomware

Ancaman ransomware semakin meningkat, dan para penjahat siber kini menggunakan teknik-teknik canggih untuk menghindari deteksi oleh perangkat perlindungan. Serangan ini dapat melumpuhkan operasional bank dan menimbulkan kerugian finansial yang signifikan. Oleh karena itu, bank harus selalu memperbarui sistem keamanan mereka untuk menghadapi ancaman yang terus berkembang ini.

  • Smartphone dan Aplikasi

Dengan semakin banyaknya transaksi yang dilakukan melalui perangkat seluler, bank harus memastikan bahwa aplikasi mobile mereka aman dari serangan. Sayangnya, literasi yang rendah tentang cara melindungi data pribadi di perangkat seluler sering kali menjadi celah bagi peretas untuk mengeksploitasi informasi pengguna.

  • Media Sosial

Media sosial telah menjadi alat yang efektif bagi peretas untuk mencuri informasi pribadi. Banyak pelanggan bank yang tanpa sadar membagikan data sensitif di platform ini, membuka peluang bagi penyerang untuk menyalahgunakannya. Bank perlu mengedukasi pelanggan tentang risiko ini dan bagaimana cara melindungi diri dari serangan yang berbasis media sosial.

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, perbankan harus terus meningkatkan strategi keamanan mereka. Delapan langkah antisipasi yang telah dibahas di atas dapat menjadi panduan bagi bank dalam melindungi sistem mereka dari serangan siber.


Bagikan artikel ini

Video Terkait