Pada tanggal 2 November 1988, Robert Tappan Morris, seorang mahasiswa di Cornell University, menciptakan worm komputer yang menyebar melalui internet, dikenal juga dengan nama "Worm Morris". Worm tersebut mengakibatkan gangguan besar dengan melumpuhkan hampir 10% (sekitar 6000) komputer yang terhubung ke internet pada saat itu. Serangan ini mencatatkan sejarah sebagai salah satu kejadian terbesar di dunia maya pada awal berkembangnya internet. Akibat perbuatannya, Morris dijatuhi hukuman percobaan selama tiga tahun, 400 jam pelayanan masyarakat, serta denda sebesar $10.050, ditambah biaya pengawasan.
Pada tanggal 7 November 1988, upaya penyelesaian kejadian ini dilakukan melalui kerjasama internasional, yang menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam menangani ancaman siber. Namun, kejadian ini juga menunjukkan adanya duplikasi usaha dan pemborosan sumber daya dalam upaya penanggulangan serangan. Untuk mengatasi hal tersebut, dan untuk menghindari terulangnya masalah yang sama di masa depan, dibentuklah tim pertama yang dikenal dengan nama CERT (Computer Emergency Response Team). Tujuan utama pembentukan CERT adalah untuk memberikan respon yang terorganisir terhadap insiden-insiden keamanan siber, menghindari upaya duplikasi, serta melakukan koordinasi secara efektif antara berbagai pihak yang terlibat dalam penanggulangan insiden.
Sejarah CSIRT di Indonesia
- 1998: Pembentukan ID CERT
Pada tahun 1998, ID CERT (Indonesia Computer Emergency Response Team) dibentuk sebagai tim tanggap darurat pertama di Indonesia untuk menangani kejadian terkait keamanan siber. Tugas utama ID CERT pada masa itu adalah memberikan koordinasi teknis kepada komunitas publik dalam mengatasi masalah keamanan dunia maya yang mulai muncul. Langkah ini menjadi titik awal Indonesia dalam menangani ancaman siber yang berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan internet.
- 2001: Pertemuan Pertama APCERTP
Pada tahun 2001, ID CERT mewakili Indonesia dalam pertemuan pertama Asia Pacific Computer Emergency Response Team (APCERT) , sebuah forum penting di kawasan Asia Pasifik. Pertemuan ini menjadi ajang bagi tim-tim tanggap darurat komputer dari berbagai negara untuk saling berbagi informasi mengenai ancaman siber yang ada dan membahas cara-cara merespons kejadian secara kolaboratif. Keterlibatan Indonesia dalam APCERT memperkuat hubungan internasional dalam pencegahan ancaman siber.
- 2005: Gagasan Pembentukan CSIRT Nasional
Pada tahun 2005, Indonesia mulai memikirkan secara serius tentang perlunya pembentukan CSIRT nasional . Gagasan ini muncul sebagai respons terhadap ancaman siber yang semakin berkembang pesat. Pada saat itu, nama yang muncul adalah ID-SIRTII/CC , yang dimaksudkan untuk menangani insiden-insiden keamanan yang berkaitan dengan infrastruktur internet dan komunikasi di Indonesia secara lebih terstruktur dan terkoordinasi.
- 2007: Pembentukan ID-SIRTII/CC
Pada tahun 2007, ID-SIRTII/CC (Indonesia Security Incident Response Team for Internet Infrastructure Coordinasi Center) resmi dibentuk oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) . Pembentukan ID-SIRTII/CC bertujuan untuk menangani permasalahan yang lebih kompleks di bidang keamanan siber, terutama yang berkaitan dengan infrastruktur internet Indonesia. ID-SIRTII/CC memiliki peran penting dalam berinteraksi, merespons, dan menangani kejadian-insiden siber yang dapat mengancam sistem informasi kritis baik di sektor publik maupun swasta. Fungsi ini membantu mengurangi kerusakan akibat serangan siber dan menjaga stabilitas sistem komunikasi di Indonesia.
- 2012: Pembentukan Gov-CSIRT untuk Sektor Pemerintah
Pada tahun 2012, setelah suksesnya pembentukan ID-SIRTII/CC, Indonesia membentuk Gov-CSIRT untuk sektor pemerintahan. Gov-CSIRT fokus pada penanganan ancaman siber yang lebih spesifik terhadap data dan sistem informasi yang digunakan oleh instansi pemerintah. Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan pentingnya kepunahan operasional pemerintahan dan perlindungan data sensitif yang sangat dibutuhkan oleh sektor publik dalam menghadapi ancaman dunia maya yang semakin kompleks.
- 2019: Re-launch Gov-CSIRT dan Pembentukan CSIRT oleh BSSN
Pada tahun 2019, setelah pidato Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya kesiapsiagaan Indonesia dalam ancaman ancaman siber, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melakukan re-launch terhadap Gov-CSIRT . Peluncuran kembali ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas dan kapabilitas tim dalam merespons kejadian siber yang semakin kompleks dan berkembang. Selain itu, BSSN juga fokus pada peningkatan koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah untuk meningkatkan efektivitas respons terhadap kejadian siber yang melibatkan data sensitif dan infrastruktur penting di sektor publik.
Pada saat yang sama, BSSN mulai memperkuat kapasitas sibernya dengan membentuk lebih banyak Computer Security Incident Response Team (CSIRT) yang tersebar di berbagai kementerian, lembaga, dan daerah. Pembentukan CSIRT ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan siber Indonesia dan memastikan bahwa setiap instansi pemerintah memiliki tim yang siap menghadapi ancaman siber. Ini adalah bagian dari upaya besar pemerintah Indonesia dalam menciptakan sistem yang lebih terkoordinasi dan terstruktur untuk menghadapi kejadian siber.
- 2020: Pembentukan 121 CSIRT Berdasarkan RPJMN 2020-2024
Sebagai tindak lanjut dari komitmen pemerintah, dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 , Indonesia mengamanatkan pembentukan 121 CSIRT yang tersebar di berbagai kementerian, lembaga, dan daerah. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat sistem pertahanan siber Indonesia dan memastikan bahwa setiap organisasi memiliki tim yang bersatu serta siap menghadapi ancaman siber. Terbentuknya 121 CSIRT ini merupakan bagian penting dari upaya nasional untuk menjaga keamanan data dan infrastruktur penting di Indonesia di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan ancaman dunia maya yang semakin besar.