Heboh Data INAFIS Bocor, Benarkah Bisa Bobol Rekening Bank?
- Rita Puspita Sari
- •
- 2 jam yang lalu
Belakangan ini, media sosial heboh dengan sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram MrBert. Dalam video tersebut, ia mengklaim adanya kebocoran data sensitif dari Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS), yang bisa digunakan untuk membobol rekening bank. Kehebohan ini memicu perbincangan hangat di kalangan pengguna internet, mengingat dampak besar yang dapat ditimbulkan jika data pribadi jatuh ke tangan yang salah.
Dalam video yang berdurasi beberapa menit itu, MrBert menampilkan tangkapan layar dari situs SOCRadar yang menunjukkan kebocoran data INAFIS, yang sebelumnya sudah menjadi pembicaraan beberapa bulan lalu. Ia juga menunjukkan beberapa potongan informasi terkait penjualan data pribadi, termasuk nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP, yang menurutnya dapat dimanfaatkan untuk menonaktifkan rekening bank seseorang. Video ini semakin memperkeruh suasana, terutama karena munculnya klaim bahwa data tersebut dapat digunakan untuk membobol rekening bank tanpa harus melakukan peretasan.
MrBert dalam video tersebut memamerkan data yang dijual, yang salah satunya mencakup informasi seperti nama ibu kandung, yang sering digunakan dalam prosedur verifikasi rekening bank. Dalam video itu, ia menyebutkan bahwa data tersebut dijual pada tanggal 19 Oktober, dan bisa digunakan untuk mengakses berbagai informasi pribadi yang seharusnya bersifat sangat rahasia. Menurutnya, jika penipu memiliki data semacam ini, mereka bisa dengan mudah menghubungi pihak bank dan memblokir atau menonaktifkan rekening tanpa perlu melakukan peretasan.
Alfons Tanujaya, seorang pengamat keamanan siber dari Vaksincom, memberikan klarifikasi terkait klaim tersebut. Alfons menegaskan bahwa meskipun kebocoran data memang benar adanya, video yang disebarkan terlalu didramatisir. Menurutnya, meskipun data yang bocor bisa disalahgunakan untuk mengaku sebagai pemilik rekening, hal itu tidak serta-merta dapat menyebabkan pengambilalihan rekening atau pemindahan dana.
"Menurut saya, video tersebut terlalu didramatisir. Kebocoran datanya memang benar, dan bisa disalahgunakan untuk mengaku sebagai pemilik rekening. Namun, ini tidak serta merta mengakibatkan pengambilalihan rekening atau pemindahan dana," jelas Alfons dikutip dari detikINET.
Alfons menambahkan bahwa meskipun penipu bisa menghubungi pihak bank menggunakan data yang bocor, mereka masih akan menghadapi proses verifikasi ketat dari pihak bank. Salah satu lapisan keamanan yang masih bisa melindungi nasabah adalah kode OTP (One-Time Password) yang biasanya dikirimkan ke nomor ponsel terdaftar. Tanpa kode OTP yang valid, meskipun penipu berhasil mengakses informasi penting seperti NIK, KTP, dan nama ibu kandung, mereka tetap tidak akan dapat mengakses rekening atau melakukan transfer dana.
"Jadi, katakanlah penipu berhasil menghubungi bank dan melalui proses verifikasi. Tetapi setelah itu, mereka tetap tidak bisa mengakses akun karena ada proses verifikasi yang cukup ketat yang dilakukan bank. Kebocoran OTP adalah faktor yang menentukan pengambilalihan akun dan transfer dana," kata Alfons menambahkan.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa kebocoran data pribadi tetap memiliki dampak yang signifikan. Salah satu risiko tertinggi adalah penyalahgunaan data seperti nama gadis ibu kandung, yang bisa digunakan untuk memblokir rekening bank seseorang. "Resiko tertinggi dari kebocoran data tadi termasuk kebocoran nama gadis ibu kandung adalah: Call center memblokir rekening bank orang. Tapi tidak bisa mengambil alih dana atau take over rekening," tegas Alfons.
Keamanan data pribadi memang menjadi salah satu isu yang paling penting di era digital saat ini. Kebocoran data seperti yang terjadi pada INAFIS ini menunjukkan pentingnya perlindungan yang lebih ketat terhadap data pribadi masyarakat. Meskipun klaim yang beredar di media sosial dapat memberikan kekhawatiran yang berlebihan, hal itu tidak menutup kenyataan bahwa kebocoran data tetap bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk tujuan penipuan.
Sebagai langkah pencegahan, Alfons menyarankan agar masyarakat lebih waspada terhadap segala jenis percakapan atau komunikasi yang mencurigakan, terutama yang melibatkan informasi pribadi. Selain itu, ia juga mengingatkan agar pengguna internet selalu menjaga kerahasiaan data pribadi mereka, seperti NIK, KTP, dan nomor ibu kandung, agar tidak jatuh ke tangan yang salah.
Kebocoran data memang sebuah ancaman yang nyata, namun untuk saat ini, pengambilalihan rekening dan pemindahan dana masih memerlukan langkah-langkah lebih lanjut yang melibatkan proses verifikasi yang lebih ketat. Meskipun demikian, masyarakat tetap harus berhati-hati dan menjaga kerahasiaan data pribadi mereka agar terhindar dari potensi risiko yang lebih besar di masa depan.