Startup Fintech Gunakan Algoritma, AI, & Cloud untuk Sasar UMKM
- Arundati Swastika Waranggani
- •
- 03 Des 2021 13.49 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa sebanyak 70 persen USaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan dari perbankan. Oleh karena itu, startup financial technology (fintech) atau teknologi finansial kemudian menggunakan algoritma, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dan komputasi awan atau cloud computing.
Algoritma sendiri digunakan para startup fintech untuk dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring. Teknologi ini kemudian membantu fintech untuk mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang tidak memiliki riwayat kredit maupun pinjaman.
“Mengapa UMKM penting? Hal ini dikarenakan jumlahnya yang banyak dan memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia,” tutur Jackal Ma, Presiden Direktur Tongdun Indonesia sekaligus Co-Founder Tongdun Grup dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Selasa (30/11/2021).
UMKM di Indonesia sendiri mencapai jumlah 64,2 juta, dengan kontribusi sebesar 61,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM juga menyerap 119,6 juta atau 96,92% dari total tenaga kerja di Indonesia.
Namun 70% dari UMKM di Indonesia belum mendapatkan dukungan biaya dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya sehingga perkembangannya pun seringkali terhalang oleh keuangan yang sulit dikelola.
“Ini karena keuangan dan aset UMKM lemah, padahal ini kerap dijadikan agunan. Laporan keuangan juga tidak bisa diandalkan,” kata Jackal Ma.
Oleh karena itu, menurutnya UMKM dapat menjadi segmen potensial bagi fintech di bidang credit scoring. Contohnya seperti Tongdun yang bisa menggunakan algoritma untuk menganalisis berbagai model data guna mengetahui profil kredit dari para pelaku usaha.
Tongdun yang merupakan startup fintech ini juga mengandalkan teknologi kecerdasan buatan atau AI serta cloud untuk dapat menjaga keamanan data profil kredit pada pelaku usaha UMKM sehingga memberikan pengalaman yang baik untuk pelaku UMKM.
“Kami juga berkolaborasi dengan regulator untuk memasukkan teknologi credit scoring ini di sandbox. Kendala dari credit scoring ini adalah regulasi mengenai pengelolaan data,” ungkap Jackal Ma.
Sementara Advisor GIKD OJK Maskum Sasmita juga mengungkap bahwa fintech di klaster credit scoring mampu membantu nasabah atau calon nasabah seperti UMKM untuk meningkatkan akses terhadap layanan keuangan. Inovasi ini akan membuat semakin banyak UMKM yang belum dapat mengakses jasa keuangan untuk dapat melakukannya.