Tempo Diserang DDoS Usai Ungkap Skandal Judi Online Kamboja
- Rita Puspita Sari
- •
- 12 Apr 2025 22.14 WIB

Ilustrasi Cyber Security
Situs berita Tempo.co kembali menjadi sasaran serangan siber besar-besaran, yang diduga kuat merupakan serangan Distributed Denial of Service (DDoS). Serangan ini berlangsung sejak awal pekan dan memuncak pada Rabu siang, 9 April 2025. Yang mencemaskan, serangan ini terjadi hanya beberapa saat setelah Tempo menerbitkan liputan investigatif yang mengungkap praktik perjudian online bertajuk “Tentakel Judi Kamboja.”
Serangan ini bukan sekadar gangguan teknis. Skalanya yang sangat besar, polanya yang terus berubah, serta kaitannya dengan laporan jurnalistik penting menimbulkan pertanyaan serius tentang ancaman terhadap kebebasan pers di era digital.
Apa Itu Serangan DDoS?
Distributed Denial of Service (DDoS) adalah bentuk serangan siber di mana server atau sistem target dibanjiri oleh lalu lintas internet palsu secara masif hingga membuat layanan tersebut lumpuh atau tak dapat diakses. Dalam kasus Tempo, serangan ini bertujuan agar pembaca tidak bisa mengakses konten di situs berita mereka.
Serangan Masif: Jutaan Permintaan dalam Sejam
Heru Tjatur, Chief Technology Officer PT Info Media Digital, yang menjadi pengelola platform Tempo.co, mengungkap bahwa puncak serangan Rabu pagi terjadi sekitar pukul 10.55 WIB. Dalam waktu singkat, sistem menerima 16,25 juta request ke server. Dari jumlah itu, 14,38 juta request berhasil ditangani oleh fitur keamanan bernama Managed Challenge, sedangkan 1,86 juta sisanya diblokir langsung.
Namun yang mengejutkan, bukan hanya pagi itu. Memasuki siang hari, skala serangan melonjak drastis. Tercatat ada 161,75 juta request ke server Tempo. Mayoritas (155,26 juta) kembali berhasil ditangani sistem, tetapi intensitasnya menunjukkan bahwa ada pihak tertentu yang sangat serius dan terorganisir dalam upaya menjatuhkan akses Tempo ke publik.
Tjatur mengungkapkan bahwa selama sepekan terakhir, server mereka telah menerima lebih dari 1,7 miliar request berisi serangan DDoS. "Polanya sangat dinamis, terus berubah, dan terstruktur. Itu menyulitkan sistem untuk segera mengenali dan memblokir," ujarnya.
Indikasi Serangan Terencana
Menurut Tjatur, serangan kali ini berbeda dari sebelumnya karena polanya yang lebih kompleks dan terarah. Sistem keamanan internal membutuhkan waktu ekstra untuk menganalisis dan menyesuaikan diri terhadap metode serangan yang berubah-ubah. Hal ini menyebabkan beberapa gangguan akses ke situs Tempo, terutama pada fitur premium dan berita eksklusif.
Untuk mengantisipasi serangan lanjutan, Tjatur menyebut tim IT-nya telah memperketat protokol keamanan. Tujuan utamanya adalah agar situs tetap bisa diakses pembaca dan berita yang disajikan tidak tertahan atau hilang dari perhatian publik.
Diduga Terkait Liputan Judi Online
Serangan ini terjadi hanya berselang satu hari setelah Tempo merilis laporan mendalam bertajuk “Tentakel Judi Kamboja.” Liputan ini menyingkap jejaring perjudian daring yang terhubung lintas negara, dengan fokus pada operasi yang diduga berasal dari Kamboja dan menjalar ke Indonesia.
Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mengaku belum bisa memastikan apakah serangan DDoS ini merupakan bentuk serangan balik dari pihak-pihak yang disebut dalam liputan tersebut. Namun waktu kejadian yang berdekatan tentu memunculkan dugaan adanya keterkaitan.
“Saya tidak tahu apakah ada hubungan langsung, tapi waktunya terlalu berdekatan untuk disebut kebetulan. Serangan datang setelah laporan kami tentang judi Kamboja terbit dan setelah edisi cetaknya tersebar di masyarakat,” ujar Bagja.
Skala Serangan Meningkat dari Hari ke Hari
Bagja menjelaskan bahwa pada hari Senin, 7 April 2025, situs Tempo mendapat serangan puncak sekitar pukul 12.00–13.00 WIB, dengan lebih dari 120 juta permintaan yang diarahkan ke server.
Selasa siangnya, lonjakan serangan kembali terjadi dengan 478 juta permintaan hanya dalam waktu dua jam lebih, yakni dari pukul 12.45 hingga 14.48 WIB. Puncak lainnya terjadi pada Selasa sore pukul 17.00 WIB, di mana serangan bahkan menggunakan infrastruktur dari berbagai negara, termasuk Kamboja.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa serangan bukan dilakukan oleh perorangan semata, melainkan oleh jaringan bot yang terorganisir, mungkin melibatkan botnet skala besar dari berbagai belahan dunia.
Serangan Bukan Pertama Kalinya
Ini bukan kali pertama Tempo mengalami serangan serupa. Menurut Heru Tjatur, serangan DDoS pernah terjadi pada September 2023. Ketika itu, Tempo juga mengalami beban infrastruktur yang melonjak hingga dua kali lipat dari biasanya. Namun skala serangan sekarang jauh lebih besar.
Bahkan pada Maret lalu, Tempo mendapat teror berupa kiriman kepala babi ke kantornya. Saat itu pun serangan DDoS dilakukan, meski tidak sebesar serangan minggu ini. Bagja menuturkan bahwa karena trafik saat itu anjlok, berita mengenai teror fisik itu sempat terlambat dipublikasikan dan akhirnya viral lebih dulu di media sosial.
Akses Konten Premium Ikut Terganggu
Akibat serangan ini, akses ke beberapa layanan digital Tempo terganggu. Termasuk yang paling terdampak adalah konten eksklusif Tempo Plus yang hanya bisa diakses pelanggan berbayar. Banyak pembaca melaporkan bahwa mereka tidak bisa membuka berita atau video premium.
Bagja Hidayat menyampaikan permintaan maaf kepada para pembaca atas ketidaknyamanan ini dan menegaskan bahwa tim internal terus bekerja keras agar layanan pulih sepenuhnya. “Kami minta maaf, dan kami pastikan tim IT kami terus berjaga dan mengupayakan pemulihan maksimal,” katanya.
Ancaman Nyata bagi Media Digital
Kasus yang dialami Tempo mengingatkan kita pada kenyataan pahit: media digital kini menghadapi ancaman bukan hanya dari sisi ekonomi atau politik, tetapi juga dari aspek keamanan siber. Serangan semacam ini bisa menjadi alat untuk membungkam jurnalisme kritis.
Laporan-laporan penting, apalagi yang membongkar jaringan kriminal seperti perjudian atau korupsi, sangat rentan memicu serangan balasan dalam bentuk digital. Bila dibiarkan, ini bisa menciptakan efek jera bagi media untuk menghindari isu-isu sensitif.
Insiden ini seharusnya menjadi panggilan bagi pemerintah, pegiat keamanan digital, serta masyarakat luas untuk lebih serius dalam melindungi media. Keamanan siber seharusnya menjadi bagian integral dari perlindungan terhadap kebebasan pers di era digital.