OJK Blokir 6000 Rekening dan Blacklist Bandar Judi Online


Ilustrasi Aplikasi Judi Online

Ilustrasi Aplikasi Judi Online

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas untuk memberantas transaksi judi online di perbankan Indonesia. Selain melakukan pemblokiran rekening, OJK juga akan memasukkan bandar judi online ke dalam daftar hitam (blacklist) sehingga mereka tidak dapat lagi membuka rekening di bank. Kebijakan ini diumumkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam sebuah konferensi pers pada Senin (8/7/2024).

"Sebagai bandarnya ini akan ada konsekuensi blacklisting. Mereka tidak boleh buka lagi rekening di bank. Saya kira ini akan jadi pengingat bagi calon-calon nasabah," ujar Dian. Ia menegaskan bahwa dengan dikeluarkannya para bandar dari sistem keuangan di Indonesia, mereka tidak akan bisa lagi menjalani kehidupan secara normal.

Langkah tegas ini bukan tanpa alasan. Hingga Juni 2024, OJK telah meminta bank untuk memblokir lebih dari 7.000 rekening yang teridentifikasi terkait dengan judi online. Dalam setiap surat yang dikirimkan ke bank, OJK juga meminta untuk melakukan profiling nasabah dan hasilnya dikirimkan ke Sistem Informasi Gerakan Anti Penipuan (SIGAP). Profiling ini kemudian ditukar antar bank, sehingga semua bank mengetahui siapa saja yang pernah terlibat dalam aktivitas judi online.

Namun, Dian mengakui bahwa aktivitas jual-beli rekening untuk judi online masih marak terjadi. Hal ini disebabkan oleh minimnya literasi nasabah terkait hak dan kewajiban mereka. "Masalahnya jual-beli rekening agak sulit terdeteksi di awal karena kan tidak tahu kita orang bikin lalu jual. Ini edukasi harus ditonjolkan," kata Dian.

OJK juga mengungkapkan bahwa per Juni 2024, sudah ada 6.056 rekening bank yang diblokir karena digunakan untuk bisnis judi online. Pemblokiran rekening dilakukan oleh bank berdasarkan informasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Selain itu, OJK juga meminta bank untuk menutup rekening terkait yang dikenali memiliki customer identification file (CIF) yang sama.

Ketua OJK, Mahendra Siregar, menyoroti bahwa judi online adalah salah satu dampak negatif dari proses digitalisasi keuangan di Indonesia. "Kita sering dengar adanya korban pinjaman online (pinjol) ilegal, investasi bodong, dan belakangan bagaimana pengaruh judi online (judol) dan lain-lain. Ini adalah kalau mau dikatakan anak haram lah, dari digital dan keuangan," ujarnya pada Selasa (25/6/2024).

Mahendra menekankan perlunya penguatan daya tahan dan basis untuk mengatasi dampak negatif ini, antara lain melalui literasi dan inklusi. Dalam upaya pemberantasan judi online, OJK terus melakukan koordinasi dengan bank-bank untuk memperkuat sistem pengawasan dan mengidentifikasi perilaku judi online.

"Kami baru saja selesai koordinasi dengan pimpinan perbankan level dirut dan direksi untuk memastikan bahwa langkah-langkah kita soal judi online lebih sistematis," kata Dian. Ia menekankan pentingnya edukasi publik kepada nasabah terkait penipuan judi online melalui jual-beli rekening.

Selain itu, OJK juga mengedepankan profiling yang ketat atas nasabah ketika membuka rekening sebagai langkah pencegahan jual-beli rekening. Namun, Dian mengakui bahwa transaksi jual-beli rekening cukup sulit terdeteksi. "Masalahnya jual-beli rekening agak sulit terdeteksi di awal karena kan tidak tahu kita orang bikin lalu jual. Ini edukasi harus ditonjolkan," kata Dian.

Dengan koordinasi bersama Satgas Pasti, diharapkan pemberantasan judi online bisa lebih terorganisir dari hulu ke hilir. Hingga kini, OJK telah memblokir sekitar 6.056 rekening bank terkait dengan judi online, dan langkah-langkah tegas seperti blacklisting diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku.

OJK berharap bahwa dengan tindakan keras ini, transaksi judi online di perbankan Indonesia dapat ditekan, dan nasabah semakin sadar akan hak dan kewajiban mereka, serta lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi keuangan. Langkah ini juga diharapkan dapat memperkuat sistem keuangan Indonesia dari ancaman tindak kejahatan siber yang semakin canggih dan beragam.

Ke depannya, OJK akan terus memantau dan mengembangkan strategi-strategi baru untuk melindungi nasabah dan memastikan bahwa sistem keuangan Indonesia tetap aman dan terpercaya. Dengan demikian, diharapkan layanan keuangan digital di Indonesia dapat berkembang dengan lebih sehat dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat luas.


Bagikan artikel ini

Video Terkait