Strategi Cerdas Microsoft: Ikut Pemimpin, Kuasai Pasar AI
- Rita Puspita Sari
- •
- 19 Apr 2025 00.32 WIB

Gedung Microsoft
Di tengah persaingan ketat dalam pengembangan kecerdasan buatan generatif (Generative AI), Microsoft mengambil pendekatan yang berbeda dari para pesaing utamanya. Alih-alih memimpin langsung dalam pengembangan model AI tercanggih dari awal, Microsoft memilih untuk menjadi “pemain kedua yang cerdas.” Strategi ini disampaikan langsung oleh Mustafa Suleyman, CEO AI Microsoft, yang dikutip dari CNBC.
Bermain sebagai Nomor Dua yang Strategis
Mustafa Suleyman, mantan pendiri DeepMind dan sebelumnya CEO Inflection AI, menekankan bahwa menjadi yang kedua dalam perlombaan AI bukanlah sebuah kelemahan, melainkan keunggulan strategis. Menurutnya, lebih masuk akal secara ekonomi jika Microsoft membiarkan perusahaan seperti OpenAI mengeluarkan miliaran dolar untuk membangun model AI terdepan, sementara Microsoft kemudian membangun produk dan layanan di atas keberhasilan tersebut, dengan jeda waktu sekitar tiga hingga enam bulan.
“Strategi kami adalah untuk bermain sangat dekat sebagai yang kedua, mengingat tingginya biaya yang diperlukan untuk membangun model seperti ini,” ujar Suleyman.
Dengan kata lain, Microsoft tak perlu selalu menjadi pelopor. Mereka hanya perlu cukup dekat dengan inovasi terbaru untuk tetap relevan, sambil menghemat biaya dan mengoptimalkan produk untuk kasus penggunaan spesifik pelanggan mereka.
Hubungan Strategis dengan OpenAI
Keputusan Microsoft untuk tidak langsung bersaing di lini depan pengembangan AI juga sangat berkaitan dengan kemitraannya bersama OpenAI. Microsoft telah menginvestasikan miliaran dolar ke perusahaan milik Sam Altman tersebut dan, sebagai gantinya, mendapatkan hak istimewa untuk menggunakan model-model GPT seperti GPT-4 dan GPT-4 Turbo dalam berbagai produk mereka, seperti Copilot di Microsoft Word, Excel, dan layanan Azure.
Ini adalah simbiosis yang saling menguntungkan: OpenAI mendapatkan sumber daya komputasi cloud yang besar dari Microsoft Azure, sementara Microsoft mendapat akses eksklusif untuk menerapkan teknologi canggih tersebut ke dalam ekosistem produknya.
Namun, bukan berarti Microsoft hanya bergantung pada OpenAI sepenuhnya. Meskipun kemitraan ini akan berlanjut setidaknya hingga tahun 2030, Microsoft juga diam-diam mengembangkan model AI-nya sendiri.
Proyek Rahasia Microsoft: Model AI Ringan Phi
Salah satu inisiatif Microsoft yang jarang disorot publik adalah pengembangan model bahasa kecil (small language model) dengan kode nama Phi. Model ini memiliki jumlah parameter yang jauh lebih kecil dibandingkan model seperti GPT-4, sehingga dapat berjalan pada perangkat dengan sumber daya terbatas seperti laptop atau edge device tanpa membutuhkan klaster GPU jutaan dolar.
Model terbaru dalam keluarga ini, Phi-4, hanya memiliki sekitar 14 miliar parameter. Namun, meskipun kecil, model ini cukup andal dan hemat biaya operasional. Dibandingkan model besar seperti GPT-4.5 yang membutuhkan banyak GPU untuk berfungsi dengan baik, Phi-4 cukup dijalankan pada satu GPU kelas atas dengan performa yang tetap memadai.
Model Phi memang belum memiliki fitur canggih seperti kemampuan multimodal atau arsitektur campuran pakar (mixture of experts/MoE), tapi kelebihannya terletak pada efisiensi dan ketersediaan. Microsoft bahkan merilis model ini secara terbuka dengan lisensi permisif seperti MIT, sehingga siapa saja dapat mengunduh dan menggunakannya lewat platform seperti Hugging Face.
Menuju Kemandirian AI
Meski saat ini Microsoft sangat bergantung pada OpenAI, Suleyman menegaskan bahwa perusahaan memiliki visi jangka panjang untuk mandiri dalam pengembangan AI.
“Ini adalah misi penting bagi kami untuk bisa sepenuhnya mandiri dalam AI suatu hari nanti,” katanya.
Model-model seperti Phi bisa dianggap sebagai langkah awal menuju kemandirian tersebut. Microsoft tengah membangun pondasi teknologi internal agar tidak selamanya bergantung pada pihak ketiga.
Namun hingga tahun 2030, kerja sama dengan OpenAI tetap menjadi bagian penting dari strategi AI Microsoft.
Microsoft Tak Sendiri dalam Strategi "Ikut Pemimpin"
Menariknya, pendekatan Microsoft untuk "mengikuti pemimpin" dalam AI bukanlah satu-satunya. Beberapa raksasa teknologi lain juga menerapkan strategi serupa, yaitu menunggu tren AI terbaru dikembangkan oleh pionir seperti OpenAI, kemudian menyusul dengan versi mereka sendiri yang lebih hemat biaya dan terfokus.
Salah satu contohnya adalah Amazon Web Services (AWS), yang berinvestasi besar di Anthropic, salah satu pesaing OpenAI. AWS mendukung Anthropic dengan sumber daya komputasi masif, seperti proyek klaster Project Rainier yang diumumkan pada akhir 2024.
Namun berbeda dengan Microsoft, AWS tampaknya lebih tertutup. Mereka juga tengah mengembangkan model bahasa mereka sendiri dengan kode nama Nova, namun model ini bersifat proprietary alias tertutup untuk publik.
Alibaba dan DeepSeek Ikut Dalam Permainan
Tidak hanya perusahaan Barat, perusahaan teknologi besar dari Tiongkok juga menerapkan strategi serupa. Alibaba, lewat tim Qwen, menciptakan model-model yang meskipun tidak revolusioner, namun berhasil menunjukkan performa luar biasa mengingat ukurannya yang relatif kecil. Model QwQ 32B, misalnya, dirilis hanya beberapa bulan setelah OpenAI memperkenalkan GPT-4 Turbo.
Sementara itu, startup AI asal Tiongkok lainnya, DeepSeek, menggunakan pendekatan serupa dengan fokus pada pengembangan model reasoning yang efisien dalam penggunaan komputasi.
Fokus pada Aplikasi dan Sistem
Strategi Microsoft yang tidak terlalu mengejar posisi terdepan dalam teknologi model AI ternyata memungkinkan mereka untuk fokus pada hal yang tak kalah penting: membangun ekosistem dan aplikasi di sekitar model-model tersebut.
Mengintegrasikan AI ke dalam sistem enterprise bukan perkara mudah. Banyak organisasi kesulitan menerapkan AI karena tantangan infrastruktur, keamanan data, dan interoperabilitas sistem.
Untuk menjawab tantangan ini, Microsoft mengembangkan berbagai framework dan alat bantu seperti:
- Autogen: Sistem untuk mengatur kerja sama antar agen AI.
- KBLaM: Alat untuk memperluas pengetahuan model AI dengan data terstruktur tanpa membebani komputasi.
- VidTok: Tokenizer video open-source yang memungkinkan model AI memahami dan memproses konten video.
Semua upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa AI bukan hanya pintar di atas kertas, tapi benar-benar bisa diimplementasikan di dunia nyata, baik dalam bisnis kecil maupun perusahaan besar.
Langkah Microsoft dalam memilih menjadi "pemain kedua yang efisien" di tengah perlombaan AI menunjukkan betapa pentingnya strategi dalam industri teknologi. Alih-alih terburu-buru mengejar posisi terdepan dan menghamburkan sumber daya, Microsoft justru membuktikan bahwa dengan kemitraan cerdas, efisiensi, dan fokus pada aplikasi nyata, mereka tetap bisa menjadi pemain dominan.
Dengan kombinasi kekuatan dari OpenAI, proyek internal seperti Phi, serta dukungan terhadap ekosistem yang lengkap, Microsoft telah mengamankan posisinya sebagai salah satu kekuatan utama dalam revolusi AI, meski dari kursi belakang.
Dan yang paling penting, strategi ini memungkinkan Microsoft untuk tetap gesit, hemat biaya, dan siap mengambil alih saat momen yang tepat tiba.