Serangan Siber Global Melonjak 75% di Q3 2024
- Muhammad Bachtiar Nur Fa'izi
- •
- 02 Nov 2024 08.55 WIB
Menurut laporan CPR, sektor Pendidikan dan Penelitian menjadi target utama para pelaku siber, menerima sekitar 3.828 serangan per minggu. Tidak hanya itu, sektor Pemerintah/Militer dan Kesehatan juga menjadi sasaran, dengan masing-masing mencatat 2.553 dan 2.434 serangan mingguan. Di Singapura, sektor Pemerintah/Militer sangat berdampak dengan rata-rata 5.286 serangan per minggu, mencerminkan kerentanan besar dalam sektor ini. Hal ini menunjukkan adanya perhatian khusus para penjahat siber terhadap sektor-sektor yang memiliki akses ke informasi sensitif dan sistem vital yang berperan penting dalam masyarakat.
Selain itu, kawasan Afrika mencatatkan tingkat serangan tertinggi di dunia, dengan rata-rata 3.370 serangan per minggu. Angka ini mencerminkan peningkatan sekitar 90% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kawasan lain, seperti Eropa dan Amerika Latin, juga mengalami peningkatan serangan siber yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman siber kini telah menjadi isu global yang tidak mengenal batas wilayah dan menjadi tantangan bersama. Pada skala global, lebih dari 1.230 serangan ransomware telah dilaporkan, dengan Amerika Utara mencatat dampak terbesar, mencapai 57% dari total insiden ransomware. Eropa berada di posisi kedua dengan 24%, disusul oleh kawasan Asia-Pasifik sebesar 13%.
Peningkatan drastis ini menunjukkan adanya perkembangan taktik yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan siber, serta pentingnya penguatan sistem keamanan digital di seluruh dunia. Peningkatan serangan yang mengincar sektor Pendidikan/Penelitian, Pemerintah, dan Kesehatan menunjukkan adanya tren baru di mana pelaku siber tidak hanya berfokus pada pencurian data sensitif, tetapi juga pada gangguan terhadap sistem yang vital bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor-sektor ini merupakan pilar penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintahan, sehingga dampak serangan terhadapnya berpotensi menimbulkan efek yang meluas.
Tak hanya ketiga sektor tersebut, industri Manufaktur juga menjadi target utama serangan ransomware, menyumbang sekitar 30% dari total serangan ransomware yang dilaporkan. Sektor Kesehatan dan Ritel menyusul, masing-masing menyumbang 13% dan 10% dari insiden. Hal ini memperlihatkan bahwa risiko serangan siber telah menyebar ke berbagai sektor industri, menggarisbawahi kebutuhan untuk memperkuat pertahanan digital di setiap lini organisasi.
Dalam menghadapi lonjakan ancaman ini, Check Point Software menyarankan beberapa strategi bagi organisasi untuk meningkatkan keamanan siber mereka. Salah satunya adalah Deteksi Ancaman Tingkat Lanjut, yang mencakup penggunaan teknologi seperti sandboxing dan alat anti-ransomware untuk mendeteksi dan memblokir serangan canggih. Selain itu, penerapan Arsitektur Zero Trust juga sangat dianjurkan untuk memastikan setiap akses ke jaringan organisasi diawasi secara ketat, sehingga mengurangi risiko infiltrasi dari pihak yang tidak berwenang.
Strategi lainnya adalah Pencadangan Data dan Respons Insiden, yang mencakup pembuatan salinan data penting secara rutin serta perencanaan respons insiden. Pendekatan ini dapat membantu organisasi memitigasi dampak serangan dengan segera, meminimalkan potensi gangguan yang lebih besar. Selain itu, memperkuat keamanan sistem juga menjadi prioritas, termasuk memastikan sistem selalu diperbarui dan menggunakan tambalan keamanan terbaru. Firewall dan perlindungan titik akhir dapat menjadi lapisan perlindungan tambahan untuk menjaga sistem dari ancaman eksternal.
Pelatihan karyawan juga dianggap penting dalam upaya menghadapi ancaman ini. Sesi pelatihan yang rutin akan meningkatkan kesadaran karyawan mengenai risiko keamanan terbaru, khususnya teknik phishing yang seringkali menjadi celah bagi pelaku serangan. Check Point Software juga merekomendasikan strategi Segmentasi Jaringan untuk mengisolasi sistem yang penting, mencegah penyebaran serangan, dan melindungi data yang sensitif.
Data dari kuartal ketiga 2024 ini dikumpulkan dari platform Check Point ThreatCloud yang mengolah data besar serta Indikator Kompromi (IoC) dari lebih dari 150.000 jaringan dan jutaan perangkat endpoint di seluruh dunia. Statistik yang dihasilkan memperlihatkan dengan jelas bahwa ancaman siber bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Tanpa adanya upaya penguatan dan strategi proaktif, organisasi mungkin akan kesulitan dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang. Seiring dengan semakin canggihnya taktik yang digunakan oleh pelaku siber, kebutuhan akan sistem pertahanan yang kuat dan adaptif menjadi semakin mendesak bagi setiap organisasi di dunia.