Survei RSM : Serangan Siber Akan Semakin Gencar Tahun 2022
- Arundati Swastika Waranggani
- •
- 29 Des 2021 11.28 WIB
Kantor akuntan publik RSM Indonesia menilai kesadaran terhadap keamanan data serta keamanan siber atau cybersecurity perlu untuk semakin diterapkan oleh korporasi. Hal ini karena berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terdapat setidaknya 994.581.569 serangan siber di Indonesia pada tahun 2021.
Serangan siber atau cyber attack ini sendiri terjadi paling banyak pada Mei 2021, dan malware merupakan trafik tertinggi dari anomali serangan siber pada tahun 2021. Head of Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang pun menjelaskan bahwa organisasi mau tidak mau kemudian harus melakukan akselerasi adopsi teknologi dan digital agar operasional bisa tetap berjalan.
Menurut Angela, pada 2022 terdapat dua risiko serangan siber yang perlu diperhatikan, yaitu risiko siber dan privasi data. Ia pun menuturkan, apabila organisasi memiliki keamanan serta proses yang memadai, lalu didukung dengan personil yang paham cybersecurity, maka hal ini dapat mengurangi eksposur atau dampak yang dialami organisasi jika mengalami serangan siber.
Walaupun asuransi siber saat ini semakin marak, hal tersebut tidak dapat sepenuhnya mentransfer risiko, karena dampak dari serangan siber serta kebocoran data sangatlah besar bagi reputasi serta kepercayaan organisasi. Oleh karena itu, lebih penting untuk dapat menguatkan dan terus memperbaiki serta memperkuat pengendalian.
Sementara Senior Manager Technology Risk Consulting Practice RSM Indonesia Erikman Pardamean menambahkan, hasil survei yang dilakukan RSM Indonesia terhadap beberapa perusahaan di Indonesia memprediksi bahwa sebesar 68 persen perusahaan merasa serangan siber akan semakin gencar pada 2022 mendatang.
“Sebesar 3 persen malware akan menjadi potensi cyber attack terbesar di Indonesia, yang mengakibatkan 46 persen akan menutup kegiatan operasional dalam organisasi dan 29 persen lainnya akan merasakan financial loss,” tutur Erikman dalam keterangan resminya, melansir dari Bisnis.com, Rabu (29/12/2021).
Erikman juga merinci bahwa saat ini, hanya ada 25 persen perusahaan yang sudah menggunakan asuransi serangan siber atau cyber insurance, sementara 57 persen perusahaan tidak menggunakan asuransi serangan siber dan 18 persen lainnya tidak yakin dengan penggunaan asuransi ini.
Partner Technology Risk Consulting Practice RSM Indonesia Ponda Hidajat pun menambahkan bahwa pada 2022 mendatang, diprediksi beberapa hal ini akan menjadi ancaman di bidang teknologi dan informasi, seperti kerentanan siber, ransomware, tata kelola data, transformasi digital, dan lainnya.
“Untuk itu pentingnya bagi para pemimpin organisasi untuk sadar betapa pentingnya mengelola dan menanggulangi cyber attack di masa mendatang,” kata Ponda.