Tantangan RI dalam Persaingan Investasi Cloud di Asia Tenggara


Cloud Provider

Ilustrasi Cloud Provider

Persaingan daya tarik investasi pusat data di kawasan Asia Tenggara semakin ketat, dengan Malaysia dan Singapura dinilai lebih diunggulkan dibandingkan Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki potensi pasar yang besar, negeri jiran dan Singapura terus mendominasi dengan infrastruktur digital yang lebih kuat dan stabilitas regulasi yang mendukung.

Perkembangan pusat data di Malaysia, diproyeksikan akan mencapai USD 2,25 miliar pada tahun 2028. Pertumbuhan ini tidak lepas dari kemajuan pesat dalam adopsi teknologi seperti cloud computing, artificial intelligence (AI), transformasi digital, Internet of Things (IoT), hingga perkembangan e-commerce yang semakin masif.

Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), Alex Budiyanto, mengakui bahwa tren investasi pusat data di Malaysia dan Singapura menunjukkan perkembangan yang pesat. Ia menekankan bahwa hal tersebut didorong oleh infrastruktur digital yang sangat baik di kedua negara tersebut. "Saat ini, investasi global provider untuk pusat data masih lebih condong ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Singapura, meskipun negara kecil, memiliki infrastruktur digital yang sangat kuat. Hampir semua global provider hadir di sana," jelas Alex dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (19/09/2024).

Selain Singapura, Malaysia juga terus menarik minat investor besar. Misalnya, Google baru-baru ini berinvestasi sebesar USD 2 miliar untuk pengembangan pusat data di Malaysia. Alex menambahkan, “Global provider terus membangun pusat data di sana, namun layanan cloud computing tidak hanya tentang infrastruktur, melainkan juga Software as a Service (SaaS) dan Platform as a Service (PaaS).”

Prospek SaaS di Indonesia

Meski demikian, ACCI tetap optimis terhadap prospek investasi cloud computing di Indonesia, terutama terkait pengembangan SaaS. SaaS memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk bersaing di pasar teknologi global. “Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun SaaS yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah Mekari, platform SaaS lokal yang cukup sukses,” ungkap Alex.

Menurutnya, Indonesia memiliki pangsa pasar yang sangat besar dengan jumlah penduduk yang signifikan. Ini seharusnya menjadi peluang bagi penyedia layanan cloud, baik dalam bentuk software, platform, maupun infrastruktur, untuk menjual layanan mereka di Indonesia. “Namun, ada banyak kendala yang menghambat pertumbuhan bisnis ini di Indonesia, termasuk aspek regulasi,” tambahnya.

Faktor-Faktor yang Menghambat Indonesia

Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang membuatnya tertinggal dalam persaingan daya tarik investasi pusat data. Faktor-faktor seperti stabilitas ekonomi dan politik, serta insentif yang ditawarkan suatu negara, menjadi pertimbangan penting bagi para investor.

Regulasi di Indonesia, yang sering kali berubah-ubah, juga menjadi salah satu hambatan utama. Alex mencontohkan, revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2012 menjadi PP No. 71 Tahun 2019 menimbulkan ketidakpastian bagi para penyedia layanan cloud global. Menurutnya, perubahan regulasi ini memungkinkan penyedia layanan dari luar negeri untuk menjual layanan mereka di Indonesia tanpa harus memiliki pusat data di dalam negeri.

“Hal ini menimbulkan kekhawatiran jangka panjang. Jika penyedia layanan cloud dari luar negeri dapat beroperasi di Indonesia tanpa ada pusat data di sini, mereka tidak akan terjangkau oleh yurisdiksi Indonesia. Mereka juga tidak akan berkontribusi secara ekonomi melalui pajak, meskipun mereka menjual layanan kepada masyarakat Indonesia,” jelas Alex.

Di masa depan, Indonesia perlu memastikan bahwa para pemain digital global dapat tunduk pada yurisdiksi negara atau setidaknya menggunakan layanan yang berbasis di Indonesia. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mendorong pembangunan pusat data di dalam negeri. Hal ini dapat memperkuat posisi Indonesia dalam persaingan pusat data di kawasan Asia Tenggara.

Secara keseluruhan, meskipun Indonesia memiliki potensi besar, berbagai tantangan di sektor regulasi dan infrastruktur masih menjadi hambatan. Untuk dapat bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia perlu memperkuat infrastruktur digitalnya dan menciptakan iklim regulasi yang lebih stabil dan mendukung investasi jangka panjang. Jika langkah ini bisa diambil, peluang Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam industri pusat data dan cloud computing di Asia Tenggara masih terbuka lebar.


Bagikan artikel ini

Video Terkait