Wamendiktisaintek Tegaskan Pentingnya Etika dalam AI Pembelajaran


Ilustrasi Sektor Pendidikan

IlustrasiĀ AI untuk Pendidikan

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, menekankan pentingnya kesadaran akan etika dan dampak yang mungkin timbul dari pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia pendidikan. Dalam sebuah acara Demo Day Perempuan Inovasi yang digelar di Jakarta Selatan, Selasa (26/11), Stella menyampaikan bahwa penggunaan teknologi canggih seperti AI, termasuk aplikasi seperti ChatGPT, harus diiringi dengan pemahaman yang mendalam mengenai konsekuensi etis yang dapat terjadi, terutama di sektor pendidikan.

Menurut Stella, penerapan AI dalam proses belajar mengajar, baik di tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi, memerlukan pendekatan yang bijaksana. Penggunaan teknologi ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tanpa mempertimbangkan aspek etika yang menyertainya. "Etika itu bukan hanya soal aturan atau perintah tentang bagaimana seharusnya, tetapi lebih kepada pemahaman akan dampak dari setiap tindakan kita. Para pendidik harus bisa menunjukkan dan meyakinkan para siswa dan mahasiswa akan konsekuensi-konsekuensi yang bisa terjadi jika penggunaan AI tidak dilakukan dengan cara yang etis," ujar Stella.

Konsekuensi Penggunaan AI Tanpa Etika

Stella kemudian menguraikan beberapa dampak yang dapat timbul jika AI digunakan tanpa memperhatikan nilai-nilai etika yang jelas. Salah satu dampak yang paling langsung terasa adalah hilangnya kemampuan untuk menilai kualitas karya secara objektif. Ketergantungan yang berlebihan pada AI dapat membuat pengguna kehilangan kepekaan terhadap keaslian dan kualitas hasil kerja mereka. Dalam dunia pendidikan, ini bisa berakibat pada turunnya kualitas intelektual, karena mahasiswa dan dosen menjadi lebih bergantung pada teknologi untuk menghasilkan tulisan atau materi akademik.

"Ketika kita terlalu mengandalkan AI, terutama dalam penulisan akademik, kita tidak hanya kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis, tetapi juga kehilangan kemampuan untuk menghasilkan karya orisinal kita sendiri. Seiring waktu, ini akan mengurangi kemampuan kita untuk berpikir secara mandiri," jelas Stella.

Menurutnya, ketergantungan pada AI dapat membuat pendidik, seperti dosen, kesulitan dalam membuat soal ujian atau menyusun tulisan akademik yang bermutu, karena terlalu bergantung pada aplikasi seperti ChatGPT. Akibatnya, mereka mungkin menjadi kurang kreatif dan kehilangan kemampuan untuk menilai secara objektif karya atau tulisan yang mereka buat.

Potensi Kehilangan Kendali

Stella juga mengingatkan bahwa tanpa pemahaman yang benar tentang batasan penggunaan AI, teknologi ini bisa mengambil alih kehidupan pengguna. Salah satu konsekuensinya adalah hilangnya kontrol diri, di mana individu mulai mengandalkan teknologi sepenuhnya untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Ini bisa membuat para pendidik dan pelajar merasa tidak perlu lagi menggunakan pemikiran kritis atau kreativitas mereka sendiri dalam proses belajar.

"Penggunaan AI yang tidak bijaksana bisa membuat kita tergantung pada teknologi untuk segala hal. Akibatnya, kita kehilangan kontrol atas diri kita sendiri, dan akhirnya AI bisa mengambil alih banyak aspek kehidupan kita, termasuk dalam proses belajar dan mengajar," tambah Stella.

Membangun Kesadaran Etika dalam Penggunaan AI

Dengan demikian, penting bagi para pendidik untuk tidak hanya memahami teknologi, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai etika dalam penggunaannya. Stella menekankan bahwa pendidik harus bisa memandu siswa dan mahasiswa agar mereka bisa menggunakan AI dengan bijak, dengan tetap mempertahankan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan integritas dalam setiap karya yang mereka hasilkan.

"Menanamkan etika dalam penggunaan AI bukanlah soal memaksakan aturan yang kaku, tetapi lebih kepada kesadaran akan konsekuensi yang bisa timbul jika penggunaan teknologi ini tidak dilakukan dengan hati-hati. Ini adalah hal yang sangat penting agar kita tidak kehilangan arah dalam mengembangkan potensi intelektual kita," pungkas Stella.

Secara keseluruhan, Wamendiktisaintek mengingatkan bahwa pendidikan di era digital ini harus mengedepankan keseimbangan antara kemajuan teknologi dan etika yang mendasarinya. Para pendidik harus mampu menjadi teladan dalam menunjukkan bagaimana cara menggunakan AI dengan bijak dan bertanggung jawab, demi menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga bijak dalam pemanfaatannya.


Bagikan artikel ini

Video Terkait